Oleh: Faiz Miftahul Huda., M.Med.Kom
Adab adalah fondasi utama dalam interaksi sosial manusia yang abadi. Dalam kehidupan sosial, pemahaman dan penerapan Adab memiliki pengaruh yang substansial terhadap pembentukan karakter individu. Adab melampaui sekadar tata krama; ia mencakup sikap hormat, kesantunan, dan penghargaan terhadap nilai-nilai kebaikan. Rasulullah Muhammad SAW, sebagai panutan utama umat Islam, mengajarkan pentingnya nilai adab dalam setiap aspek kehidupan, salah satunya melalui sifat Shiddiq—kejujuran atau kebenaran. Dalam konteks saat ini, sifat ini sangat berkaitan dengan konsep integritas.
Integritas, menurut filsuf moral Imanuel Kant (1785) adalah keselarasan antara pemikiran, ucapan, dan tindakan individu. Individu yang berintegritas akan tetap setia pada nilai-nilai yang diyakini, meskipun menghadapi godaan atau tekanan sosial. Apabila adab merupakan fondasi yang kuat, maka integritas adalah hasil yang manis. Individu yang beradab akan memahami nilai-nilai fundamental kebaikan, menginternalisasikannya, dan mengekspresikannya melalui tindakan sehari-hari yang konsisten. Integritas berakar pada adab; tanpa pemahaman mendalam tentang adab, integritas sulit dicapai karena tidak memiliki fondasi yang kokoh.
Era society 5.0 ditandai oleh perubahan cepat dan kompleksitas moral, integritas menjadi atribut yang semakin krusial dan diperlukan, terutama di kalangan generasi muda. Generasi muda merupakan pendorong utama transformasi, dan dalam masyarakat yang semakin terhubung, keberanian untuk mempertahankan prinsip dan integritas menjadi sangat penting. Namun, menjaga integritas bukanlah hal yang mudah. Ujian terhadap popularitas, materi, dan kekuasaan sering kali merusak prinsip moral individu. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang adab dapat berfungsi sebagai perlindungan yang tangguh bagi generasi muda.
Rasulullah Muhammad SAW sudah memberikan teladan yang jelas mengenai signifikansi integritas dalam menciptakan masyarakat yang adil dan harmonis. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang luhur” (HR. Al Baihaqi). Akhlak atau adab merupakan esensi dari seluruh misi kenabian. Dengan menerapkan adab, individu belajar untuk menghormati orang lain, bersikap adil, serta menjaga kepercayaan yang diberikan kepadanya. Ketika etika ini terinternalisasi dengan kuat, individu akan memiliki prinsip yang kokoh dan tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal untuk merusak integritasnya.
Pentingnya Adab dalam menumbuhkan karakter integritas juga didukung oleh pemikiran para pemikir terkemuka seperti Imam Al-Ghazali. Dalam karya Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali menyatakan bahwa individu yang benar-benar berilmu adalah mereka yang tidak hanya memahami ilmu secara intelektual, tetapi juga menerapkannya dengan adab yang baik. Ia berpendapat bahwa pengetahuan tanpa adab akan menghasilkan kebijaksanaan yang hampa dan dapat menjadi ancaman bagi masyarakat (Al-Ghazali, 1995). Ini menggarisbawahi bahwa adab bukan hanya formalitas, tetapi fondasi yang kuat dalam membentuk karakter dan kepribadian seseorang.
Jika integritas dianggap sebagai karakter yang tegak, maka adab berfungsi sebagai fondasi yang menjaga seseorang tetap pada jalur yang benar, bahkan dalam keadaan yang sulit. Contohnya, dalam konteks profesional, individu yang berintegritas senantiasa memelihara kejujuran dan tidak akan mengorbankan prinsip demi keuntungan sementara. Mereka memiliki kesadaran bahwa nilai-nilai moral dan etika tidak dapat dinegosiasikan. Dalam konteks ini, etika yang baik menjadikan individu berintegritas sebagai sosok yang dapat dipercaya, baik di kalangan rekan kerja maupun dalam komunitas yang lebih luas.
Adab juga memainkan peran krusial dalam membentuk hubungan sosial yang harmonis. Ketika individu memiliki adab, mereka akan menghargai perbedaan pendapat, mendengarkan dengan empati, dan menghindari konflik yang tidak perlu. Ini menunjukkan bahwa adab tidak hanya berkaitan dengan interaksi individu, tetapi juga berperan dalam kesehatan sosial secara keseluruhan. Ketika norma ini diterapkan secara kolektif, masyarakat akan terdiri dari individu-individu yang tidak hanya berintegritas, tetapi juga mampu hidup berdampingan dengan saling menghormati dan memahami.
Integritas merupakan hasil dari proses panjang pemahaman dan penghayatan terhadap adab yang mendalam. Seperti pohon yang berakar kuat, karakter yang berintegritas tidak akan goyah meskipun menghadapi cobaan hidup. Ketika pemuda dilengkapi dengan pemahaman mendalam tentang etika, mereka akan menjadi individu yang mampu mengimplementasikan perubahan positif tanpa mengorbankan identitas dan prinsip moral mereka. Dalam pandangan ini, pengembangan karakter pemuda berintegritas harus dimulai dengan penanaman nilai-nilai adab yang solid dan kuat.
Sebagai kesimpulan, penting untuk diingat bahwa integritas bukan hanya atribut individu, tetapi aset sosial yang signifikan. Ketika adab menjadi fondasi bagi setiap individu dalam masyarakat, maka terbentuklah komunitas yang kaya akan kepercayaan, integritas, dan kebaikan. Dalam dunia yang terus berkembang, integritas akan selalu menjadi nilai abadi. Sayyid Qutb, seorang pemikir Islam, menyatakan, “Adab mendahului ilmu, karena dengan adab, pengetahuan akan mencapai tujuan sebenarnya” Melalui adab, kita mendirikan dasar bagi integritas; dan dengan integritas, kita menciptakan masa depan yang menjanjikan. (Sulaiha, 2020)